Sejarah Penyakit Dalam dimulai dari Rumah Sakit Pugeran , satu dari empat rumah sakit pendidikan yang dimiliki UGM pada saat itu, di sekitar tahun 50-an dua orang dokter yang bertugas di RS Pugeran, yaitu dokter Aryono dan dokter Panji dididik oleh seorang professor Zuidema yang berasal dari Belanda untuk menjadi seorang internis. Setelah dinyatakan lulus, dokter Panji bekerja di Magelang sedangkan dokter Aryono melanjutkan bekerja di RS Pugeran. Pada saat itu bagian penyakit dalam telah berdiri sebelumnya dengan kepala bagian Prof. dr. Sardadi (1953-1959) dan dr. Raden Tjokrohadidjojo (1959 1967). Pada tahun 1967, dokter Aryono menjadi kepala bagian IPD (1967 1973) dan Bagian IPD mulai membuka pendidikan spesialis penyakit dalam untuk dokter umum, angkatan pertama pada waktu itu antara lain dr. H.A Tarnuzi, dr. Poestika, dr. Tan, dr. Winarni dan dr. Hari Sukarto . Angkatan berikutnya dibuka pada tahun 69 yang mana muridnya antara lain : dr . H.A.H Asdie, dr Moefrodi, dr Soecitro, dr Elyas Parjono, dr. Tri Wibowo, dr. Poerwono Raharjo, dan dr. Haryono Adenan.
Tahun 1973, pada Konggres Penyakit Dalam II di Surabaya, keluar keputusan bahwa Yogyakarta belum bisa diakui sebagai pusat pendidikan penyakit dalam karena belum memenuhi persyaratan yang ditentukan. Walau begitu dalam konggres tersebut, dokter Winarni berhasil mendapatkan brevet penyakit dalam dan dinyatakan lulus menjadi internis. Adapun untuk peserta didik lainnya disarankan untuk melakukan penyelesaian di tempat lain.
Tiga tahun kemudian pada saat kopapdi tahun 1975, ditetapkan syarat bahwa untuk menjadi salah satu pusat pendidikan penyakit dalam maka diwajibkan untuk memiliki 7 sub bagian. Dr Poestika selaku kepala bagian saat itu (1974 1987) kemudian mendirikan 7 Sub Bagian di penyakit dalam yaitu : Gastroenterologi (dr. Aryono SpPD-KGEH), Kardiologi (dr. Poestika SpPD-KKV), Hematologi (dr. H.A Tarnuzi SpPD-KHOM), Ginjal Hipertensi (dr. Soecitro SpPD-KGH), Pulmonologi (dr. M Soeroso SpP, beliau adalah seorang ahli paru yang bekerja di RS Panti Rapih namun membantu dalam proses pendidikan di Penyakit Dalam), Endokrinologi (dr. Arini SpPD, saat itu posisi beliau masih di solo sehingga sehari hari beliau dibantu oleh Prof. dr. H.A Husain Asdie SpPD-KEMD), serta Penyakit Tropik dan Infeksi (dr. Moefrodi SpPD-KPTI). Sebagian besar staf yang mengampu sub bagian tersebut, kala itu masih berkedudukan sebagai residen sehingga mulai tahun 1983 lah Bagian Penyakit Dalam resmi dinyatakan sebagai pusat pendidikan ahli penyakit dalam.
Setelah dr. Poestika purna tugas dari kepala bagian, beberapa periode kepemimpinan dimulai yaitu : dr. Harjono Adenan SpPD KGEH ( 1987 1991), Pro. Dr. H.Ahmad Husain Asdie SpPD KEMD ( 1991 1996), dr. Soebagjo Loehoeri , SpPD, KPTI (1999 2000), Prof. Dr. dr. M. Sjabani M. Med. Sc, SpPD KGH (2001 2009), dr. Ibnu Purwanto SpPD KHOM (2009 -2010), dr. Sumardi SpPD-KP ( 2010-2012), dr. Heru Prasanto SpPD KGH (2012 -2016).
Sebagai bagian dari Fakultas Kedokteran UGM, Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan Program Sudi telah mendidik calon ahli Penyakit Dalam, hingga saat ini telah meluluskan lebih dari 400 orang spesialis penyakit dalam, dan saat ini telah ada 11 Divisi yang melengkapi Departemen Penyakit Dalam sebagai pusat pendidikan yaitu Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Ginjal Hipertensi, Endokrinologi, Kardiologi, Gastroentero Hepatologi, Hematologi Onkologi, Reumatologi, Pulmonologi, Geriatri, Psikosomatis dan Alergi Imunologi.
Menjadi program studi yang selalu mengawal dan berkontribusi terhadap pengembangan keilmuan penyakit dalam melalui penelitian serta penerapannya di dalam pelayanan dan pengabdian masyarakat yang berwawasan global dan responsif terhadap permasalahan masyarakat dengan mengutamakan kearifan lokal
Meningkatkan mutu pendidikan profesi dokter spesialis ilmu penyakit dalam sesuai dengan Standar Kompetensi Nasional dan berwawasan global, serta melaksanakan kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat secara profesional.
Meningkatkan kualitas pendidikan dengan menambahkan kearifan lokal dalam hal keagamaan, budi pekerti dan budaya berdasarkan Pancasila.
Meningkatkan kualitas pendidik ke jenjang yang lebih tinggi.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan
Penetapan area kompetensi dokter spesialis mengacu pada formulasi kompetensi umum seperti yang ditentukan pada Standar Nasional Pendidikan Tahun 2014. Adapun tujuh (7) area kompetensi yang merupakan standar minimal kompetensi meliputi : (1) Profesionalitas yang luhur, (2) mawas diri dan pengembangan diri, (3) Komunikasi efektif, (4) Pengelolaan informasi, (5) landasan ilmiah ilmu kedokteran, (6) Ketrampilan klinis, (7) Pengelolaan masalah kesehatan.
ITB Innovation Park seharga 397 milyar rupiah untuk kolaborasi antara inovator dan industri atau siapapun yang membutuhkan produk inovasi
...
Jurusan atau program studi ini hanya bisa didapat di sebuah perguruan tinggi negeri.
[Baca Selengkapnya]Jurusan paling populer bisa dikatakan jurusan yang hampir selalu ada di seluruh perguruan tinggi.
[Baca Selengkapnya]Kualitas kampus bisa juga dilihat dari jumlah jurusan atau program studi S3 atau doktoral yang ada di kampus tersebut.
[Baca Selengkapnya]Program studi dan jurusan sebenarnya sama saja.
[Baca Selengkapnya]